Senin, 07 November 2011

Pencelupan Kain T/C dengan ZW Reaktif-Dispersi Metoda One Bath One Stage



Pada pencelupan kain T/C dengan zat warna disperse-reaktif terdapat beberapa masalah yaitu sifat bahan terhadap ketahanan kimia, dimana serat polyester tidak tahan terhadap alkali dan serat kapas tidak tahan terhadap asam. Kedua hal itulah yang harus diperhatikan dalam pencelupan kain campuran ini sebagai acuan dalam pemilihan zat warna dan zat pembantu.
Pemilihan zat warna untuk pencelupan T/C metoda one bath one stage haruslah tepat. Disini kita harus memilih zat warna dispersi yang memiliki penodaan pada serat kapas sekecil mungkin, yaitu zat warna dispersi yang bermolekul besar yaitu zat warna disperse tipe C atau D. Karena dengan molekulnya yang besar,  zat warna akan semakin hidrofob sehingga akan terjadi tolak menolak dengan serat kapas dan penodaan semakin kecil.
Untuk mempermudah dalam pencelupan juga, bisa dipilih zat warna reaktif yang fiksasinya dalam suasana netral, yaitu zat warna reaktif dengan gugus reaktif mononicotineacid triazin, sehingga pemilihan zat warna disperse tidak perlu zat warnadispersi yang tahan alkali.
Penggunaan zat warna disperse harus dipilih zat warna disperse yang tahan alkali, karena diakhir pencelupan akan ada penambahan alkali untuk fiksasi zat warna reaktif. Sehingga kita harus memilih zat warna disperse antrakuinon yang tahan zat kimia.
Selain zat warna disperse, pemilihan zat warna reaktif juga harus tepat. Karena proses pencelupan dilakukan pada suhu tinggi, maka kita harus memilih zat warna reaktif yang tahan suhu tinggi, yaitu zat warna reaktif yang bermolekul sangat besar. Karena pada suhu 130oC pori-pori serat akan terbuka besar dan jika menggunakan zw reaktif yang bermolekul kecil maka afiinitasnya akan berkurang yang diakibatkan oleh zat warna yang keluar masuk serat.
Selain ZW, pemilihan zat pembantu juga harus dipilih dengan tepat. Disini harus dipilih zat pendispersi yang tahan garam, yaitu pendispersi nonionic. Pendispersi anionic tidak tahan garam, oleh sebab itu jika kita terpaksa menggunakan pendispersi anionic maka penggunaan garam maksimum adalah 30 g/l, dan itu biasanya digunakan untuk pencelupan warna muda.

untuk melihat metoda 1 bath 2 stage silakan klik di TKP

Read More >>

Sabtu, 05 November 2011

Zat anti bakteri ramah lingkugan^^

Di era globalisasi ini, teknologi di bidang industry semakin hari semakin berkembang. Namun dibalik berkembangnya teknologi tersebut, lingkungan di sekitar rusak dampak dari proses industry. Banyak proses yang menggunakan zat-zat kimia tanpa ada penanganan dari industry itu sendiri.
Di industry tekstil banyak zat-zat kimia yang dapat membahayakan lingkungan, penggunaan asam, basa ataupun zat-zat pembantu lainnya dalam proses manufaktur tekstil dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan penelitian material-material industry yang ramah lingkungan sehingga lingkungan kita akan tetap terjaga.
Beberapa dekade terakhir, banyak perkembangan berbagai teknologi anti bakteri yang meningkatkan kesadaran tentang kebersihan dan gaya hidup sehat. Beberapa zat kimia anti bakteri seperti triklosan, logam dan garam-garamnya, logam organic, fenol, dan senyawa ammonium kuarteer, telah dikembangkan dan bahkan dikomersialkan. Walaupun zat-zat anti bakteri sintesi dapat bekerja dengan efektif membunuh bakteri, zat-zat ini memiliki efek lain terhadap lingkungan yaitu dapat mencemari lingkungan.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, kita harus merujuk pada ekologi alam,  karena alam tidak mengenal limbah, limbah dari suatu individu akan menjadi makanan bagi individu lainnya.
Tanpa kita sadari, banyak sekali potensi alam yang dapat kita gunakan untuk bidang tekstil. Dengan menggunakan material dari alam, tentunya sifat dari material tersebut tidak akan merusak lingkungan (Ecofriendly). Berbagai macam tanaman dapat kita gunakan untuk berbagai proses manufacturing tekstil seperti untuk proses pencelupan, berupa zat warna alam ataupun penyempurnaan.
Saat ini dikembangkan berbagai bahan dari alam untuk digunakan dalam proses penyempurnaan anti bakteri pada pakaian. Bahan-bahan itu adalah: 
1.    Chitosan
Chitosan [poly- (1-4) - 2- amino- 2- deoxy - b-D-glucan], suatu senyawa polisakarida hasil dari deasetilasi dari chitin, dapat berfungsi sebagai zat anti bakteri yang didapat dari cangkang kelas Crustacea.
Sifat anti bakteri dan anti jamur dari chitosan dipercayai berasal dari polikationik alam yang dapat mengikat permukaan sel bakteri dan setelah itu menghambat perkembangan bakteri.
Chitosan dapat digunakan pada serat kapas dengan bantuan zat pengikat silang seperti glutarik dialdehid and asam polikarboksilat, dengan proses padding kain katun yang telah di beri chitosan dan asam sitrat kemudian dilanjutkan dengan proses curing dengan suhu tinggi. Chito-oligosascharides dapat juga digunakan pada serat kapas tanpa menggunakan zat pengikat silang untuk memberikan sifat anti bakteri dan anti jamur.
struktur kimia kitin dan kitosan


2.   Serisin
Serisin merupakan protein makromolekul yang berasal dari kepompong Bombyk mori dan kandungan serisin tersebut sebesar 25-30%.  Serisin biasanya dihilangkan pada proses pemasakan kain sutra yang kita kenal sebagai degumming.
Sifat dari serat sintetik dapat ditingkatkan dengan melapisi serat dengan serisin sutra. Serisin memodifikasi serat polyester telah diteliti oleh Yamada & Matsunaga dan Wakabayashi dan Sugioka. Modikikasi polyester oleh serisin menyebabkan serat enjadi lima kali lebih hidrofil dibandingkan dengan polyester yang tidak disempurnakan. Walaupun aplikasi serisin sebagai zat anti bakteri tidak dapat dijelaskan, tapi telah ditemukan bahwa serisin (4%) yang menyempurnakan kain polyester menunjukkan terjadi penurunan P. vulgaris sebesar 51% dan 38% untuk S. aureus.

3.   Mahoni
Mahoni (Azadirachta indica), pohon dari india yang diakui sebagai salah satu senyawa yang dapat mengontrol serangga, anti bakteri dan obat. Mahoni biasa digunakan sebagai obat tradisional zaman dulu di india.
Lebih dari 300 senyawa aktif yang berbeda telah dilaporkan berasal dari bagian-bagian yang berbeda pula pada pohon mahoni ini. Namun senyawa yang paling penting adalah limonoids seperti azadirachtin, salannin dan nimbin. Ektrak mahoni telah digunakan secara luas untuk pestisida herbal karena memiliki sifat anti hama dan memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri baik itu gram negative ataupun positif.
Penerapan pada bidang tekstil sebagai zat anti bakteri beberapa paten menggunakan minyak mahoni menggunakan teknik mikrokapsul pada kain kapas, campuran poliester kapas ataupun pada kain wol.

Limonoid aktif pada mahoni

4.   Zat-zat warna alam
Banyak zat warna alam yang berasal dari tanaman seperti buah pomegranate dilaporkan memiliki potensi sebagai zat anti bakteri karena mengandung banyak tannin didalamnya. Kunyit yang sering digunakan sebagai zat warna alam untuk pakaian dan makanan juga berpotensi sebagai zat anti bakteri pada kain wool.  Han dan Yang  melakukan proses penyempurnaannya dengan cara pencelupan, untuk memberikan warna sekaligus memberikan sifat anti bakteri pada kain wol itu. Ketahanan lunturnya semi-durable, dan lebih tahan terhadap pencucian daripada terhadap sinar. Setelah pencucian rumah tangga 30 kali dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. Coli sebesar 45% dan 30%.

Struktur kimia Kunyit

Selain itu tannin yang berasal dari polifenol, dapat memberikan sifat anti bakteri lebih luas lagi dengan cara : menghambat metabolism energy dari enzim, menghalangi pembentukan membrane sel, menghalangi pembentukan membrane sel, membentuk ion logam kompleks, dll.

Struktur kimia tanin

5.    Lidah buaya
Lidah buaya selama ini banyak digunakan untuk perawatan kulit. Suatu penelitian menunjukkan bahwa dalam lidah buaya mengandung 75 nutrisi dan 200 senyawa aktif, termasuk 20 mineral, 18 asam amino, dan 12 vitamin.
Lidah buaya juga memiliki sifat anti jamur dan anti bakteri yang dapat diterapkan pada tekstil medis, seperti pada benang jahit, pakaian, tekstil bioaktif dll.
Pada aloevera terdapat polisakarida yang berbeda seperti glukomanan yang memiliki perbedaan berat molekul seperti asetil glukomanan, galaktogalakturan, glukogalaktomanan yang memiliki perbedaan komposisi.
Beberapa tahun lalu, dilakukan penelitian oleh Wasif dkk, untuk menerapkan penyempurnaan anti bakteri pada kain tenun kapas menggunakan gel lidah buaya. Penelitian dilakukan dengan konsentrasi gel aloevera sebesar 5, 10, 15, 20 dan 25 g/l ditambahkan zat pengikat silang glioksal (100 g/l), menggunakan metoda pad-dry-crure. Hasilnya terjadi penurunan koloni bakteri mencapai 80%.



Kompoen gel lidah buaya yang berpotensi sebagai zat anti bakteri

Banyak zat –zat anti bakteri lainnya, namun kali ini hanya bisa dijelaskan sampai disini, he,,,,,
By : die301
Read More >>