Senin, 20 Desember 2010

Mekanisme Pencelupan Serat Poliester dengan ZW Dispersi Cara Carrier

Struktur serat poliester yang begitu rapat membuat proses pencelupan sedikit sulit jika peralatan yang tersedia terbatas. Zat warna akan sulit untuk berdifusi ke dalam serat poliester, karena ukuran zat warna yang sedikit lebih besar daripada pori-pori serat. Namun hal itu dapat diatasi dengan metoda pencelupan cara carrier/zat pengemban yang dapat membantu zat warna untuk berdifusi ke dalam serat. Tapi bagaimana zat pengemban dapat membantu difusi zat warna dispersi???Nah kali ini saya akan sedikit menerangkan mekanisme kerja zat pengemban pada proses pencelupan zat warna dispersi.
Zat warna disperse bisa masuk ke dalam serat diakibatkan oleh putusnya ikatan hydrogen intramolekuler oleh zat pengemban yang masuk ke dalam serat. Dengan putusnya ikatan tersebut menyebabkan pori-pori serat polyester terbuka. Setelah itu zat warna dapat masuk ke dalam serat  dan mendorong zat pengemban untuk keluar dari serat. Keluarnya zat pengemban dapat terjadi karena molekul zat warna lebih besar daripada molekul zat pengemban, sehingga afinitas zat warna terhadap serat akan lebih besar daripada zat pengemban. Setelah itu akan terjadi fiksasi zat warna dan pori-pori serat akan menutup kembali sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya baik. 
Mekanisme pencelupan digambarkan oleh gambar di bawah ini:

Untuk melihat ikatan-ikatan antara zat warna dispersi dengan serat poliester bisa dilihat di TKP
Read More >>

Mekanisme Kerja Carrier

Seperti yang kita ketahui bahwa struktur serat polyester rapat. Namun bagaimana zat warna bisa masuk ke dalam serat??? Berikut ini adalah mekanisme kerja zat pengemban:
1.    Penggelembungan serat
Cara kerja carrier diterangkan dengan efek penggelembungan terhadap serat. Serat yang menggelembung memudahkan molekul zat warna berdifusi lebih cepat ke dalam serat.
E. Waters, J.S.D.C. 66, 614 (1950)
2.    Teori pendekatan embibisi air
Carrier mengandung gugus hidrofob menyebabkan difusi yang cepat kedalam serat polyester.
Bagian aromatik dari molekul zat pengemban mempunyai daya van der wals dengan serat hidrofob dan gugus hidrofil dapat menarik air untuk meningkatkan pergerakan larutan zat warna sehingga terjadi  peningkatan kecepatan celup.
T. Vickesstaff, Halogen Digest.20, 7, ICI Bulletin, (1954)
3.    Teori Pemindahan
Carrier membentuk suatu kompleks dengan zat warna, dan kombinasi zat warna-carrier terabsorbsi kedalam serat lebih cepat daripada zat warna dalam pelarut air.
T. Vickerstaff, Halogen Diggest.20./. ICI Buletin, (1954)
4.    Teori Peningkatan kelarutan zat warna
Dengan adanya carrier memberikan peningkatan kelarutan zat warna dalam air dan kecepatan celup diharapkan meningkat.
C.L. Zimmerman, J.M. Mecco dan A.J. Carlino A.D>R. 44. 301 (1995)
5.    Teori Lapisan Film
Carrier mengelilingi serat dengan lapisan film.
Dalam lapisan film carrier konsentrasi zat warna yang terkandung lebih banyak daripada pada larutan celup.
H.E. Millson, A.D.R. 44, 436 (1955)
6.    Teori Pelarutan Serat
Carrier terabsorbsi ke dalam serat. Di dalam serat carrier bertindak sebagai “co-fiber” yang larut dan mendorong zat warna.
7.    Teori Peningkatan Tempat Melekat
Carrier meningkatkan perbandingan bagian amorf yang dapat dicelup dengan daerah kristalin yang sulit dicelup. Dengan menurunkan kristalinitas, daerah yang dapat dicelup meningkat.
AATCC Piedoment Section, A.D.R 48, No. 22. 34 (1959)
8.    Teori Pelumasan
Zat pengemban bertindak sebagai pelumas, menggeser rantai polimer serat dan memutuskan ikatan silang yang ada, sehingga difusi molekul akan lebih mudah.
J.J. Schuler: Textile Research J. 27, 358 (1957)
9.    Teori Plastisasi Struktur Serat
Carrier berdifusi kedalam serat serat dengan cepat karena ukuran carrier yang lebih kecil. Carrier terabsorbsi kedalam rantai polimer dengan mengurangi gaya Van Der Waals’ dalam ikatan hydrogen. Carrier larut dalam molekul serat, dan mengurangi gaya intra-molekuler pada ikatan antara serat dengan serat dengan menggantikan ikatan tersebut menjadi ikatan serat-carrier yang lebih lemah untuk membuat banyak “lubang”, sehingga mempercepat difusi zat warna.
F. Fortess V.S. Salvin : Textile Research J. 28, 1009 (1958)
E. Elod : Melliand Textilbr. 41, 195 (1960)


Untuk lebih jelasnya, kita lihat bagaimana carier bekerja pada pencelupan serat poliester ini di TKP
Read More >>

Senin, 13 Desember 2010

Poliester Hidrofob ???

Poliester merupakan serat buatan yang dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. MR Poliester adalah 0,4. Karena daya serapnya yang kecil, menunjukkan bahwa serat polyester bersifat hidrofob. Namun apa yang menyebabkan serat polyester bersifat hidrofob, akan saya jelaskan beberapa alasan mengapa serat ini bersifat hidrofob.
1.    Derajat Kristalinitas Tinggi
Derajat kristalinitas adalah perbandingan daerah kristalin dengan daerah. Pada polyester daerah amorf hanya sedikit, umumnya dalam struktur polyester tersusun oleh daerah kristalin, sehingga daya serapnya kecil.
2.    Struktur Linier
3.    Mampu mengadakan ikatan antar rantai polimer
Karena ada gaya antar rantai polimernya, yaitu gaya dipole menyebabkan serat polyester rapat. Hal itu dapat digambarkan dibawah ini:
Dengan adanya gaya dipol tersebut menyebabkan serat poliester lebih rapat dari serat lainnya kecuali nylon yang berikatan hidrogen antar rantai polimer, sehingga lebih rapat dari serat poliester.
Read More >>

Zat Anti reduksi pada pencapan polyester

Dalam proses pencapan kain polyester dengan zat warna disperse umumnya ditambahkan zat anti reduksi pada pasta cap. Fungsinya yaitu untuk mencegah reduksi. Apa yang akan tereduksi dan kenapa bisa terjadi proses reduksi???Kali ini saya akan sedikit menjelaskan kenapa pada proses pencapan kain polyester memakai zat anti reduksi.
Pada proses pencapan dengan zat warna disperse umumnya menggunakan pengental alginate yang strukturnya seperti selulosa. Selain itu zat warna disperse bekerja pada suasana asam. Dengan adanya penambahan asam pada pasta cap akan merusak pengental sehingga terbentuk oksiselulosa, dan dapat membentuk gugus aldehid yang akan menghasilkan Hn.

Hn yang dihasilkan dari gugus aldehid akan merusak gugus azo pada zat warna, yang dapat menyebabkan zat warna menjadi tidak berwarna.
Alternatif lain untuk mencegah pereduksian zat warna adalah dengan mengganti pengental menjadi polifinil akrilat, yang lebih aman karena tidak akan terjadi reduksi zat warna. Sehingga tidak diperlukan zat anti reduksi.




Read More >>

Rabu, 13 Oktober 2010

Zat Warna Mordan Kompleks Logam (Bagian 2. Azzo)

Seperti halnya pada zat warna antrakuinon, zat warna azzo juga dapat dijadikan sebagai zat warna kompleks logam. Syaratnya adalah zat warna tersebut memiliki gugus hidroksil (-OH) pada posisi orto terhadap gugus azzo zat warna. Mekanisme pembentukan senyawa kompleks logam pada zat warna azzo sama dengan pembentukan kompleks logam pada zat warna antrakuinon, yang dapat digambarkan sebagai beriku:


Bagaimanapun, ikatan yang terbentuk kurang stabil, karena gugus hidroksi pada posisi orto terhadap gugus azo tidak cukup menahan atom kromium dengan zat warna azo.
Zat warna azoturunan asam sulfat, pengikatan logamnya dapat digambarkan sebagai berikut:



Satu, dua, tiga atom kromium dapat diikat oleh zat warna, dan muatan kompleknya yaitu +, -, atau - - -. Dengan turunan asam sulfat tidak ada peningkatan ketahanan cahaya seperti hasil dari pengikatan logam lainnyal, jika dibandingkan dengan zat warna oo’-dihidroksiazo, dimana formasi kompleks meningkatkan stabilitas ikatan azo. Dengan cara yang sama, tidak ada perubahan warna, karena produksi warna gugus azo, kromofor tidak berpengaruh.
Read More >>

Senin, 09 Agustus 2010

Zat Warna Mordan Kompleks Logam (Bagian 1. Antrakuinon)

Pada mulanya zat warna asam pada alizarin, logwood, weld dan fustic dapat mencelup apabila bahannya dimordan terlebih dahulu dengan krom hidroksida, timbal atau alumunium. Namun dengan adanya perkembangan zat warna sintetik, maka diproduksi zat warna alizarin dengan penambahan gugus-gugus kromofor seperti antrakuinon, sehingga pemakainya zat warna mordan dapat digunakan lebih luas lagi. Zat warna mordan dapat mencelup serat-serat protein, serat poliamida dan serat selulosa.
Proses mordan bergantung pada elemen logam yang berfungsi sebagai penerima (akseptor) terhadap pemberi elektron (donor) untuk membentuk ikatan karbonat (semi polar). Di dalam ikatan kovalen, setiap partisipan menghasilkan satu elektron, tetapi ikatan koordinat bergantung pada satu atom (radikal) dengan satu atom lebih pasangan elektron bebas yang memberikan satu atau lebih pasangan elektron bebas kepada aseptor yang mempunyai lintasan kosong. Di dalam struktur molekulnya digambarkan oleh tanda panah dari donor ke aseptor untuk menyatakan adanya ikatan kordinat. Misalnya ikatan kompleks antara molekul alizarin dengan atom krom oleh 3 ion dalam ikatan kordinat.
Tidak semua zat warna antrakuinon dapat dijadikan sebagai zat warna kompleks logam. Syarat terpenting dari pembentukan senyawa kompleks logam yaitu harus memiliki guguh hidroksil pada posisi orto terhadap  gugus karbonil pada senyawa tersebut.
Sebagai contoh, mekanisme formasi kompleks dengan sebuah garam kromium dapat dijelaskan sebagai berikut:
 
Tahap pertama terdiri dari kombinasi kromium dengan alizarin. Campuran tersebut tidak mengion dan berikatan secara kovalen. Sejak kromium trivalen, itu dapat menggantikan tiga atom hydrogen, sehingga berikatan dengan tiga molekul alizarin, tapi, agar lebih mudah, hanya satu molekul yang digambarkan, dengan Cr/3. Ikatan yang lain, yang muncul pada tahap kedua dan digambarkan oleh sebuah anak panah, itu adalah ikatan koordinat;
Garis putus-putus menggambarkan ikatan koordinat dan garis hitam menggambarkan ikatan kovalen yang timbul dari valensi primer. Penggunaan garis putus-putus atau anak panah mengindikasikan sebagai jenis ikatan.
Atom metal dalam zat warna metal komplek digambarkan dengan Morgan sebagai ikatan yang kuat oleh dua buah ikatan dari masing-masing molekul zat warna.
 
Read More >>

Sabtu, 07 Agustus 2010

Zat Warna Mordan Turunanan Tripenil Metan

Turunan hidroksitripenilmetan menimbulkan system resonansi anionik yang terisokonjugasi dengan zat warna koresponden substitusi amino. Misalnya, analog oxonol Malacid Green adalah benzaurine (skema 1). Bentuk netral quinonoid yang kuning muda (gb 1), menghasilkan anion violet (gb. 2) pada penambahan alkali; dalam larutan asam kuat bentuk netral terprotonasi untuk memberikan sistem resonansi muatan kationik (gb. 3) yang berwarna ungu juga. Analog Sistem trihidriksitripenil metan adalah aurine.

Secara teknis zat warna merupakan turunan asam salisilic yang berfungsi sebagai pewarna kroma zat warna mordan untuk wol. Demikian juga Eriochrome Azurol B (gb.4; CGY, CI Mordan Blue 1) dibuat dengan sintesis aldehid dari 2,6 Dichloro-benzaldehid dan Asam 2-hydroxy-3-methilbenzoic (o-cresotinic) dalam asam sulfat pekat. Oksidasi Basa leuco dicapai oleh penambahan natrium nitrit. Pada wool, yang terisolasi sebagai garam natrium, berwarna merah marun pudar, berubah menjadi biru terang dengan penambahan garam kromium. Beberapa pewarna jenis ini seperti CI Mordan Violet 1 (gb.5), juga mengandung gugus basa. Bahan Senyawa ini juga disiapkan dengan rute aldehid.

Indikator asam basa phenoftalein adalah sebuah turunan dari benzaurine (skema 2). Kondensasi phtalic anhydride dengan fenol menghasilkan bentuk lakton tak berwarna (gb. 6), yang mengion dalam larutan alkali dan mengalami pembukaan cincin untuk menghasilkan dianion merah (gb.7) dalam kisaran pH 8,3-10,0. Sistem resonansi akan hancur dalam alkali berlebih dengan pembentukan turunan triphenylmethanol (gb. 8). Beberapa turunan dari phenolfthaline juga digunakan sebagai indikator.

Phenolsulphonephthaline juga bisa digunakan sebagai indikator asam-basa, dengan kisaran pH yang luas. Contoh-contohnya bromophenol blue (gb.9) (kisaran pH 3,0-4,6) dan bromocresol purple (gb.10) (kisaran pH 5,2-6,8).

Daftar Pustaka

Shore, John, dkk. 1990. Colorant and Auxiliaries. Manchester United: Staples Printers Rochester Ltd.

Hani. Modul Pencelupan 1. Bandung: Sekolah Tinggi Tekoligi Tekstil.

Read More >>